Jumat, 20 Januari 2012

Raisha di Hati Reza part 4

Karya : Dinda
*Cerita ini hanya Fiktif*


Sejak kejadian itu, Raisha kembali tidak masuk sekolah. Reza berinisiatif bertanya kepada Dicky.
“Dicky, lu tau nggak Raisha ke mana?” Tanya Reza, saat melihat Dicky melintas di depan kelasnya.
“Raisha? Ehm… anu… aku… aku nggak tau Za.” Dicky menjawab sedikit gugup.
“nggak tau? Masa kamu nggak tau? Kamu kan pacarnya.” Pancing Reza.
“hah?? Pacar?? Woh… jangan ngarang lu!”
“weitss… santai bro… tapi lu deket kan ama dia? Kalo bukan pacar, terus apa dong?”
“gue sepupunya, tau!” jawab Dicky, ketus.
Sepupu? Alhamdulillah… Reza bersyukur dalam hati.
“kalo sepupunya, berarti pasti tau dong Raisha ke mana?!”
“ehm… kita jangan ngomong disini deh. Ikut gue!” Reza mengikuti langkah Dicky menuju taman belakang sekolah.

“lu yakin mau ngomong disini? Disini sepi banget cuy…”
“justru itu, nggak ada orang lain yang boleh tau tentang ini. Duduk!” perintah Dicky. Reza menurut. Ia duduk di bangku panjang yang terletak di taman itu.
“so… Raisha kenapa?”
“Raisha sakit.” Raut muka Dicky serius.
“sakit? Sakit apa? Demam? Pasti karena ujan-ujanan kemarin yah?”
“bukan itu Za, tapi…”
“tapi apa? Dick, lu jangan bikin gue penasaran dong.”
“gue nggak yakin lu akan siap denger ini…”
“kenapa sih? Ada apa?”
“thalessemia.” Jawab dicky. Seketika perasaan Reza menjadi tidak enak. Ia memang belum tau penyakit apa itu, tapi perasaannya mengatakan bahwa itu bukan penyakit sembarangan.

“ntar, dick. Thalessemia itu apa?” Reza bertanya sedikit ragu.
“penyakit kelainan darah dimana penderitanya harus cuci darah dalam kurun waktu tertentu. Ini penyakit keturunan.” Dicky melihat kearah reza, menatapnya dalam.
“tap, tapi… dari siapa dia mendapatkan penyakit itu? Apa kak Rangga juga mengidapnya?”
“dari nyokapnya. Rangga nggak mengidap penyakit itu.”
“kok bisa?? Bukannya lu bilang ini penyakit keturunan?!”
“perlu lo tau Za, Raisha dan Rangga bukan saudara kandung. Raisha itu anak dari sahabatnya orang tua Rangga. Nyokapnya Raisha meninggal sewaktu dia masih berumur 2 tahun karena penyakit yang sama. Selang 3 tahun bokapnya meninggal karena di bunuh sama rival bisnisnya. Karena merasa hutang budi, orangtua Rangga ngadopsi dia dan mengesahkannya sebagai anak mereka.” Terang Dicky, panjang lebar. Gadis yang malang, begitu yang ada dalam benak Reza.
“Raisha… tau tentang ini?” tanpa terasa, air mata Reza mengalir.
“tau, Raisha tau tentang ini. Sejak kecil, Rangga dan orangtuanya nggak pernah menyembunyikan apapun dari Raisha. Rangga sangat menyayanginya seperti adik kandung sendiri.”
“sejak kapan dia mengidap penyakit ini?”
“sejak umurnya 8 tahun. Dan 2 tahun yang lalu dokter memfonis kalau… kesempatan hidupnya nggak akan lama lagi.”
“Dick, lo becanda kan?! Jawab gue, bilang kalo semua ini bohong! Lo cuma ngerjain gue kan?!” Reza tampak sangat histeris.
“setelah gue jelasin semua ini, lo bilang gue becanda? gue udah ngeduga kalo lo nggak bakal percaya. liat mata gue, Za. Liat mata gue! Apa lo liat ada kebohongan di mata gue?!”
“ini semua salah gue… harusnya waktu itu gue nggak bawa dia hujan-hujanan… ini salah gue… Raisha…maafin gue…” reza menangis.
“udahlah, Za… nggak ada gunanya lo ngerasa bersalah kayak gini, mendingan lo jenguk dia ke rumah sakit. Raisha pasti nunggu kedatangan lo.”

*******

“eh… anak bunda kenapa? Pulang-pulang kok mukanya kusut gitu?” Tanya bunda, saat Reza sampai di rumah. Tapi Reza malah cuek dan masuk ke kamarnya yang berada di lantai atas.
“abang kamu kenapa sih?” bunda bertanya kepadaIlham.
“nggak tau, bun. Tadi malah matanya bengkak banget.”
“bengkak? Abangmu nangis?”
Ilham hanya mengangkat bahu dan berlalu ke kamarnya.

Sejak siang tadi, Reza tidak keluar dari kamarnya. Bunda yang khawatir akan keadaan Reza, mencoba mencari tahu. Bunda mendapati ia sedang menangis di atas tempat tidur lengkap dengan seragam sekolah yang ia kenakan sejak pagi tadi.
“Reza… kamu kenapa sayang?” bunda mengelus kepala Reza.
“bunda…” Reza menghambur ke pelukan bundanya. Berharap mendapat ketenangan.
“kamu kenapa sayang? Cerita sama bunda, siapa yang bikin kamu menangis kayak gini…?”
“Raisha, bun… Raisha…”
“Raisha? Kenapa? Dia nolak kamu? Ehm?”
“bukan… ini lebih menyakitkan buat aku daripada di tolak.”
“terus kenapa?”
“dia, dia sakit bun…”
“sakit apa dia sampe kamu jadi seperti ini?”
“sakitnya parah, bun… kesempatan hidupnya nggak aan lama lagi. Reza takut kalo Raisha ninggalin aku secepat ini…” reza menangis.
“husssh… kamu jangan bicara seperti itu, Za. Kamu nggak boleh lemah seperti ini. Kamu harus kuat, supaya Raisha juga kuat.” Bunda terdiam. “sudah jenguk dia?” tanyanya, Reza menggeleng. Bunda tampak berpikir sebentar.
“kamu mau jenguk dia? Kalau kamu mau, bunda bisa bujuk ayah supaya memperbolehkan kamu pergi bawa mobil. Gimana?”
“bunda serius???” Reza berhenti sejenak dari tangisnya.
Bunda mengangguk. “bunda serius, sayang… mumpung ini masih jam setengah 8.”
“iya, bun… aku mau banget.”
“ya sudah, sekarang kamu hapus air mata kamu itu dan siap-siap. Bunda mau bilang ke ayah dulu dan nyuruh Ilham buat nemenin kamu.”
“makasih ya, bun…” bunda tersenyum.

*******

Bersambung.
(maaf yah kalo jelek)
like+coment
(sedikit maksa .. hehe.)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar