Karya : Vhenna
*Cerita ini Hanya Fiktif*
Siang ini, gue sampai rumah, bersama kak Ilham, kak Rafa, dan
Kak Rangga. Entah kenapa, sejak kejadian 3 bulan yang lalu, pikiran gue
seakan kosong. Yang gue fikirin, kenapa gue gak mati aja saat itu. Gue
malu sama perbuatan gue selama ini.
“Kamu gak mau ngomong
sesuatu?” Kak Ilham menekuk lutut di hadapan gue, mungkin untuk
mensejajarkan tingginya. Rupanya mereka benar-benar menginginkan kata
keluar dari mulut gue.
Semenjak gue sadar dari peristiwa
itu, gue emang gak pernah bicara sepatah katapun. Suara gue mungkin
telah habis untuk menangis. “Kak…” Gue memegang pergelangan tangan kak
Ilham yang hendak berdiri.
“Kenapa?” Kak Ilham tampak
gembira, matanya berbinar. Gue mengalihkan pandangan ke kak Rafa dan kak
Rangga, mereka juga kelihatan bahagia. Sebegitukah mereka sayang sama
gue?
“Aku mau minta maaf, sama kalian semua.”
“Sayang,
kita udah maafin kamu dari dulu. Maafin kita juga, kalau selama ini
sikap kita salah sama kamu.” Kak Rangga angkat bicara.
Gue tersenyum kecil, sebenernya gue berharap ada Bisma. Tapi gimana kondisinya? sampai sekarang gue gak tau.
Kak
Ilham mendorong kursi roda gue menuju kamar, kali ini dia nempatin gue
di kamarnya yang ada di lantai bawah, karna jika di lantai atas, mungkin
sulit.
Kak Rafa membaringkan gue di kasur, “Istirahat ya adikku.”
“Iya kakak-kakak ku.. Makasih ya.. Makasih udah selalu ada buat Chika, meskipun Chika udah jahat.”
“Sejahat
apapun kamu, kamu adalah adik kami. Kami tinggal ya..” Kak Rafa
mengelus rambut gue, dan menyuruh kak Rangga dan kak Ilham mengikuti
langkahnya di belakang meninggalkan gue.
Gue gak bisa tidur, gue mau lihat Bisma, dia satu-satunya penyemangat gue.
“Siang
mamah..” Seseorang memanggil gue. Siapa yang panggil gue mamah? Cuman
Bisma yang boleh.! Gue mengalihkan pandangan gue ke pintu kamar.
“Bisma…”
Gue berkata lirih. Bisma datang bersama Salwa,Reza, dan Dicky. Hah
Salwa? Di saat gue sakit dia masih sempet sama Salwa?
“Gimana keadaan kamu?”
“Kamu gak marah sama aku Bis?”
“Kok Bis sih? Mana papahnya? Katanya mau manggil papah sampai mati? Gak jadi nih?”
“Aku.. minta maaf.”
“Aku
yang minta maaf, coba saat itu aku gak bohongin kamu. Coba saat itu,
aku gak bohongi perasaan aku sendiri, kamu gak akan jadi kayak gini.”
“Aku yang minta maaf, aku udah bikin kamu celaka, tapi aku juga gak ngerti.”
Bisma
melirik ke arah Reza, “Jadi gini Chik, waktu kamu pulang sekolah bareng
Morgan, aku udah jalanin misi kita buat rusakkin remnya Salwa, tapi…”
Sekarang berganti, Reza yang melirik Bisma.
“Tapi, aku gak
percaya. Kak salwa udah manggil kakak-kakak kamu ke sekolah. Karna kak
Salwa bilang Reza ikut terlibat, Akhirnya aku mutusin buat ngendarain
mobil kak Salwa sama Reza, buat buktiin omongan kak Salwa tentang cewek
dan sahabat aku itu salah.. Yah, walaupun akhirnya ternyata benar.”
“Maafin aku Bis, maafin aku Za, Maaf juga Wa.” Gue berkata sendu.
“Kita udah maafin kamu kok.” Bisma tersenyum. “Makanya kita jenguk kamu ke sini.”
“Kenapa kamu sempet mukulin Reza?”
“Aku
kesel aja sama si Jae, masa dia kerja sama sama istri aku gak
bilang-bilang. Kerja samanya jahat banget lagi. Sampe mau buat kakak aku
celaka.”
“Ka-kak?” Siapa yang di maksud Bisma? Salwa?
“Iya
Salwa tuh kakak kandung aku, habis ini kamu pasti mau tanya lagi.”
Jawab Bisma, dia seperti tau apa yang gue fikirkan. Tapi kenapa dia gak
pernah bilang? “Karna kamu benci sama kakak aku, jadi aku rahasiain ini
semua. aku takut kamu juga benci sama aku.” Tuh, kan.! Bisma tuh bisa
baca fikiran kali ya? Kok dia tau apap yang gue fikirin. Udah ah..
bodo.!
“Maafin gue ya Wa, gue udah punya niat jahat sama loe. Gue cuman kesel liat loe deket sama Bisma.”
“Iya..
gak pa-pa kok, gue ngerti banget. Loe takut kehilangan Bisma kayak loe
kehilangan Ilham. Gue juga minta maaf, waktu itu gue cuman jadi temen
curhat Ilham, tentang adiknya yang udah di temukan. Tapi, kita malah
jadi akrab, tanpa mikirin perasaan loe.”
Gue tersenyum,
akhirnya semua masalah selesai. Tapi, fikiran gue masih ganjil. Gue
takut Bisma gak bisa nerima kondisi gue yang sekarang, gue takut,
kejadian 3 bulan lalu meninggalkan kenangan dalam buat gue, kenangan gak
akan gue lupain. Dimana saat gue berhadapan dengan maut, tapi Morgan
menarik tubuh gue. Naas, kaki gue tersangkut di rel kereta. Dan
membiarkan kereta itu menindas sepasang kaki gue.
Kaki gue
harus di amputasi, hal ini juga yang membuat gue gak pernah bisa
mengeluarkan kata-kata. Yang bisa gue keluarkan hanya air mata, bila
mengingat kejadian indah saat kaki gue masih ada. Tapi mungkin ini,
adalah ganjaran yang tepat buat gue. Gue gak pernah buka mata, akan
kasih sayang mereka.
“Kamu mau pah. Nerima kondisi aku yang kayak gini?”
“Aku mencintai kamu apa adanya, Hinata-san.”
“Huuuaaa.. Sasuke-kun.”
Kini
gue buka lembaran baru tentang hidup gue. Terimalah apa yang kalian
dapat, dendam, itu beresiko ntuk kalian sendiri pada akhirnya…
Maaf ya kalau endingnya jelek... :-D
Keren banget
BalasHapus