Karya : Vhenna
*Cerita Ini Hanya Fiktif*
Gue melihat Dicky keluar dari ruang Reza. “Reza sadar, dia
mau ketemu sama Chika.” Ucapnya. Gue segera memajukan kursi roda gue
memasukki ruangan Reza.
“Kenapa Za?” Tanya gue ketika telah berada di samping Reza.
“Via
udah sadar?” Degg..! hati gue terasa hancur. Di saat genting seperti
ini dia sempat-sempatnya menanyakan Via?. Gue terdiam, gak tau apa yang
harus gue bilang. Gue benci semua ini. Tiba-tiba seseorang membuka pintu
kamar Reza.
“Via meninggal.” Ucap Bisma lemas. Gue
tersenyum. Mereka mau membohongi gue lagi? Gue yakin, tadi itu sandiwara
Via aja. Mana mungkin, belum sampai se-jam dia menelphon gue,
kondisinya udah kayak gitu. Dan sekarang meninggal? Gak masuk akal.
“Kamu
senyum Chik?” Tanya Bisma. “Kenapa? Kamu seneng Via meninggal?”
Sambungnya. Pertanyaan gak penting. Gue gak seneng, tapi gue lega.
Akhirnya, gue bisa memulai hidup baru gue tanpa ada bayangan Via lagi.
Gue melihat ke Reza, wajahnya pucat, terlihat dia memejamkan matanya.
“Siapa
yang nusuk loe?” Tany gue ke Reza. Bisma terlihat kaget dengan
pertanyaan ini, bukannya gue membalas pertanyaan Bisma, tapi gue malah
bertanya ke Reza. Reza membuka matanya, tapi dia mengalihakan
pandangannya, dia gak melihat ke gue. “SIAPA.!!?” Tanya gue yang geram,
Suara gue menjadi serak karna masalah ini, mungkin karna gue kebanyakan
teriak dan menangis.
“Via..” Jawab Reza datar. “Tapi..”
“STOP..!”
Gue tersenyum lagi, sejujurnya gue mau tertawa kencang, agar ruangan
ini menggema. Kayak gini mereka masih sempet ya peduli sama Via?
Gilla..! semua ini Gila..!“Aku mau liat sendiri mayatnya Via.” Ucap gue,
gue gak mau mereka membohongi gue lagi.
Bisma
mendorong gue ke kamar sebelah Reza. Gue menemukan mayat yang cantik
disana, tapi entah kenapa. Bukan senang yang gue dapat, tapi terngiang
di otak gue, saat dia masih jadi sahabat gue dulu. Gambaran dirinya saat
menangis di pundak gue karena masalah Bisma, masih sangat jelas. Gue
sedih..? gak..! gak boleh.!
***###
Semua orang yang
gue kenal berkumpul di pemakaman ini. Makam dengan tanah yang masih
basah menutupi tubuhnya, bunga di atasnya yang masih sangat segar,
menunjukkan makam ini masih baru. Makam yang menjadi tempat terakhir
sahabat sekaligus musuh besarku itu. Sekarang apa yang harus aku
rasaka?senang? atau sedih? Entahlah..! kenyataan ini sangat pahit.
Mengapa tak aku yang berada dalam makam itu. Dikubur dengan tanah, sepi,
sunyi, dan lambat laun lenyap di makan cacing, dan ular-ular dalam
tanah.
Aku berusaha meyakinkan hatiku, agar lebih tegar
lagi. Agar aku bisa menerima kenyataan yang aku alami sekarang. Berusaha
mensyukuri nikmat, bahwa aku masih hidup hingga detik ini, untuk
berbuat lebih baik lagi.
“Gue mau menjelaskan semuanya
Chik.” Ucap seorang lelaki dengan kursi roda, infuse-Nya masih terlihat
di punggung tangan kirinya. “Via memang nelphon loe di samping gue pada
saat itu. Dia menelphon sambil menuruni tangga dan memotong apel yang di
pegangnya. Namun, dia gak hati-hati. Dia terpeleset dan memeluk gue,
hingga tangannya yang masih memegang pisau, menyayat perut gue. Pisau
itu berhasil merobek perut gue, untungnya gak terlalu dalam. Gue ngerasa
ngilu banget, darah terus mengalir, sempet gue raba, dan gue menemukan
luka sobekkan itu, tau gak rasanya apa Chik?” Tanya Reza. Tapi gue
menggeleng pelan.
“Sakit banget Chik, apalagi saat gue
rasain sakitnya ketika gue cabut pisau itu, dan memasukkan telunjuk gue
ke dalamnya, entah apa yang gue sentuh saat itu. Perihnya bener-bener
luar biasa Chik. Loe tau itu untuk apa?” Gue menatap lekat mata Reza,
dan menggeleng, “HAL GILA…!”
Reza tersenyum. “ Untuk loe.
Untuk sakit yang loe rasain karena ulah gue. gue yang menyuruh
kakak-kakak loe buat bawa Via ke luar negri,karena dokter bilang Via
masih bisa hidup lebih lama lagi, agar gak di jahatin sama loe. Dan gue
juga yang bikin Via hadir lagi dalam kehidupan loe. Gue yang bawa Via
balik ke Indonesia. Gue fikir dengan cara gue bantu loe, loe akan
berpaling ke gue. Tapi ternyata, cinta loe hanya untuk Bisma. Gue dan
yang lain biarkan Via senang untuk beberapa hari sebelum kematiannya,
karna dia gak mungkin nyelakain loe.”
Lagi-lagi gue
menggeleng lemah. Kenapa Reza melakukan ini semua. “Gue tau, dalam hati
loe, pasti loe tanya kenapa. Iya kan?” Lagi-lagi Reza tersenyum. “Karna
gue kecewa sama loe yang gak pernah sadar akan cinta gue selama ini.
Tapi, akhirnya gue juga menyesal Chik. Saat itu, gue menyuruh Via
membalas dendamnya ke loe, tapi ternyata gue gak sanggup liat air mata
loe, dan Via juga begitu. akhirnya gue putisin agar menyudahkan dendam
konyol ini.” Reza menyelesaikan Bicaranya. Reza kembali pergi ke Rumah
Sakit di antar Dicky, karna dia memang belum pulih betul.
“Ini
surat dari Via sebelum dia pergi.” Morgan memberikan surat berwarna
oranye, kesukaan gue. “Gue udah bilang, semua ini akan berakhir.”
Ucapnya dan tersenyum meninggalkan kami semua.
***###
Gue
memegang erat surat itu hingga dalam kamar. Gue memutuskan membaca
bersama kakak-kakak gue dan Bisma, juga Dicky. Tulisan tangan yang
sangat amat gue kenal, berbaris dalam untaian dalam kertas oranye ini.
Untuk : My Friend ‘Chika’
Maaf jika ku hadir kembali dalam kehidupanmu yang baru.
Maaf jika ku membuatmu membeci kehidupanmu lagi.
Maaf jika kau menganggapku telah merebut kebahagiaanmu.
Tapi sadarkah kau? Kau yang telah mempunyai segalanya.
Mempunyai ke tiga orang kakak yang sempurna dan menyayangimu,
Mempunyai seseorang yang aku cintai, tetapi dia justru memilihmu.
Aku yang seharusnya iri padamu Chika.
Aku tertawa melihat wajahmu yang ketakutan saat ku muncul.
Kau tau mengapa?
Karna aku berpura-pura, aku hanya ingin membuat mu jera, dan bersekongkol dengan kakak-kakakmu,
Juga Bisma, Kekasihmu… agar kau menyangka aku akan membunuhmu.
Lucu bukan? Tentu.! Aku takkan melakukan hal bodoh itu.
Tadinya aku memang mau merencanakan sesuatu bersama Reza. tapi, ku urungi niat itu.
Ingatlah Chika, kau sahabatku, dan akan terus jadi sahabatku.
Selamanya…
Gue lipat kembali kertas oranye itu, Gue tempelkan di dada, memejamkan mata, dan membiarkan ingatan gue melayang tentang Via.
“Sekarang kamu tau kan? kita kayak gini, bukan karna benci sama kamu.” Terdengar bisikkan Bisma.
“Iya
Pah,” Selamat Tinggal Via, maafkan sahabatmu yang selalu melukaimu ini.
Bayangmu takkan terlupa, kebaikanmu, kan ku kenang, tawamu, kan
menghiasi, seluruh hari-hari dalam kehidupanku, esok, lusa dan
seterusnya. Bisma memeluk tubuh gue erat. Gue rasakan ada butiran yang
terjatuh hangat di pundak. “Kembali tersenyum Hinataku.” Gue tersenyum,
meski rasanya masih pahit karna Via.
Sekarang, Via benar-benar benjadi kenangan. Via telah pergi selamanya.
**##
Via Said..
Ku Biarkan nyawaku terbang bersama luka-luka ini…
Meski sangat sakit ku rasakan, tapi tawanya kan menghapus luka ini perlahan.
Aku yakin, dia adalah sahabat yang baik,entah mengapa hatiku begitu menyayanginya.
Ku ingin melihat tawanya kelak,.
Ku ingin menyaksikan kebahagiannya,
Ku ingin ada di sampingnya meski dia tak menyadari..
Karna ku kini.. Telah di alam berbeda..
-TAMAT-
Tidak ada komentar:
Posting Komentar