Kali ini gue bener-bener bingung. Apa gue harus ke rumah sakit atau
gak? Tapi, mendengar ucapan cowok itu yang amat sangat khawatir, gue
mutusin buat jalanin kursi roda gue ke ruang tengah. Tapi siapa yang
antar?
Gue gak mungkin minta bantuan kakak-kakak gue buat
antar kan? Apalagi Bisma. mereka kan udah bohongin gue. Kalau Morgan?
Gak mungkin.! Sekarang Via adiknya kembali datang. Dia pasti lebih nurut
sama Via. Masa gue sendiri sih? Gue kan lumpuh. Sama siapa gue nanti?
Apalagi kalau ketemu Via dijalan.
Cekreekk..
Seseorang membuka pintu kamar gue.
“Mah, kamu udah dapet telepon atau sms dari Dicky belum?” Tanya Bisma yang tengah berdiri sambil memegangi gagang pintu.
“Udah, kenapa?”
“Mau ikut aku ke rumah sakit?”
Gimana
nih? Ikut gak yah? Sebenernya siapa sih yang sakit? Tapi gue gak mau
banyak tanya dulu, gue mengangguk pada Bisma. Meskipun gue masih belum
tau siapa yang sakit.
*#*#*#
Gue turun di Rumah
Sakit biasa. Bisma mendorong gue ke sebuah lorong. Hey..! gue tau jalan
lorong ini. Lagi-lagi jalan menuju ruang UGD? Kenapa di kehidupan gue
selalu dibayang-bayangi dengan ruang UGD?
Gue melihat
seseorang terbaring lemah disana? Ragu memang menebaknya, tapi ternyata
benar..! Reza dirumah sakit sekarang. Pertanyaan gue. ‘Kok Bisa?’.
“Kenapa
Reza bisa ada di sini Ky?” Tanya gue ke Dicky yang berdiri tepat di
samping gue. Gue menggelengkan kepala gue. tetes demi tetes air mata
jatuh. Kenapa? Kenapa Reza? Kenapa masalah gue gak behenti juga?
“Perutnya ditusuk pisau Chik.” Jawab Dicky lemah.
“Siapa
yang nusuk ky?” Dicky diam. Dia hanya tertunduk. Entah kenapa, gue
meresa kalau Dicky gak mau lihat gue. “SIAPA? JAWAB..!!?” Gue membentak.
Gue lihat Dicky dan Bisma bergantian. Bisma terdiam, justu dia ikut
tertunduk. “Bis..” Gue memegang ujung kaos Bisma
Terlihat Bisma menghela nafasnya. “Hufff… Nanti kamu tau kok.” dia mengelus rambut gue pelan.
Nanti gue tau? Gue mau tau sekarang.! Gue gak mau nanti. Kenapa sih mereka semua gak pernah jujur? Emang mereka anggap gue apa?
“Kita
ke UGD sebelah yuk..” Ajak Bisma. tanpa menunggu jawaban dari gue, dia
mendorong kursi roda gue ke luar. Hey…!! Siapa lagi di UGD sebelah?
“Bis.. sebentar.” Gue menghentikan dorongan tangan Bisma di kursi roda.
“Kenapa?”
“Siapa yang ada di UGD sebelah?”
Gue
mendongakkan kepala gue ke atas, agar gue bisa lihat wajah Bisma.
“Nanti kamu liat sendiri.” Ucapnya tanpa ada senyum. Dari tadi gue emang
gak liat Bisma senyum.
Bisma membuka UGD yang
berdampingan dengan UGD ruangan Reza dirawat. Awal yang gue perhatikan
adalah kakinya. Yah..! dari ujung kaki hingga kemudian kepala yang
semuanya terbaring di kasur menyedihkan itu.
Di sekitar
tubuhnya, gue lihat banyak selang yang menempel. Wajahnya yang biasa gue
lihat ceria, sekarang pucat pasi. Bibirnya putih, dan tangannya dingin.
Seakan aliran-aliran darah tak lagi aktif berjalan. Tuhan.. kenapa
semua ini?
“Dia belum sampai sejam berada disini. Aku juga
dapat kabar ini, saat kita di jalan menuju Rumah Sakit. Dia ditemukan
di samping Reza.” Bisma menjelaskan. Gue alihkan pandangan gue sejenak
melihat sosok laki-laki yang berdiri tegap di samping gue sekarang. Dia
terlihat menghapus air matanya.
“Gak mungkin Bis..” Gue
menggeleng lemah. Gue gak mampu berfikir lagi sekarang. Alam sadar gue
hilang. Gue memegangi Kepala gue yang sakit, sakit banget. gue kembali
memutar ingatan ketika dir el kereta. Kenapa saat itu gue gak mati aja?
Lebih baik gue mati.! Dibandingkan gue hidup dengan situasi kayak gini.
Gue wanita yang mencoba kuat. Tapi akhirnya gue juga lemah. Lemah, dan
tak berguna seperti sekarang.
“GUE MAU PULANG…!!!” Gue
berkata sekencang mungkin. Terserah jika akhirnya Dokter datang dan
memaksa gue keluar. Gak peduli dengan Bisma yang bingung dengan tingkah
gue kayak gini. Gak peduli apapun yang ada dalam fikiran orang.
Gue menjalankan kursi roda secepat mungkin. Namun nihil.! Tetap aja terkejar oleh lari Bisma.
“Jangan
kayak gini.” Bisma memohon. Apanya yang jangan? Sikap gue? Gue gak
peduli. Bisma memaksa kursi roda gue berbalik. Dia mengembalikan gue ke
ruangan itu. Walaupun sekarang gue Cuma ada di depan pintu.
Isak
tangis gue masih amat terdengar jelas. Bisma menekukkan lututnya di
hadapan gue “Dengerin aku Chik.” Gue mengalihkan pandangan dari wajah
Bisma. “CHIKA..!!” Bentaknya. Sakit rasanya mendengar bentakkan itu.
Membuat hati yang telah hancur, kini terasa benar-benar tak ada serpihan
lagi. Semuanya hilan. Hambar..!
“A..Aku.. hiks. ng..Gak.. hiks.. sang. gup lagi Bis.”
“Ini pasti berakhir chik, pasti.” Dia menatap gue lekat. Mencium kening gue, dan kemudian memeluk tubuh gue.
“Iya.. ini pasti berakhir.” Suara lelaki dewasa mengagetkan gue.
Siapa yang menusuk Reza?
Siapa yang terbaring di kasur samping kamar Reza?
Siapa yang datang?
*Maaf beribu maaf kalau jelek ya...
Tunggu di part terakhir yang mungkin agak banyak.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar